Kamu : “Saya mahasiswa Psikologi kampus Anu.”
Orang-orang :
Kamu : “Saya mahasiswa Psikologi, lagi skripsi nih.”
Kamu sebagai mahasiswa Psikologi iseng: “Iyaa, bisa dong! Sekarang aja udah tau fakta-fakta mendasar tentang kamu!” (Lalu pasang aura sok misterius ketika ditanya lebih lanjut dan meninggalkan yang berkomentar penasaran setengah mati tentang apa yang mungkin kamu ketahui tentang dia).
Kamu sebagai mahasiswa Psikologi creepy: (Diam saja, memberikan tatapan gua tau segalanya tentang lo, lo nggak bisa kabur dan menyembunyikan apapun, sambil tersenyum tipis).
Semasa jadi alumni Fakultas Psikologi:
Kamu : “Saya S1 Psikologi, dari Universitas Anu.”
Respon ekstrim b : (setting mau wawancara kerja) “anak Psikologi ya? Udah tau dong semua jawaban psikotes, bagi-bagilah. Kalau tes gambar orang harus kayak gimana biar bagus? Kalo pohon? Harus gambar beringin ya?”
Kamu : ngga ada bener salah kok, itu kan natural aja buat…
Respon ekstrim c : (setting wawancara kerja) “anak Psikologi? Sayang banget ngelamar di bagian ini. Kenapa nggak jadi HRD aja? Saya Psikologi juga, kerja di HRD. Kan ga selamanya di belakang meja, ada urusin jobfair juga, jadi bisa keluar-keluar kantor kok. Jadi HRD aja ya?”
Kamu : (menjelaskan passion mu dan teori bahwa Psikologi bisa diterapkan dimana saja).
Pewawancara (yang katanya anak Psikologi juga) : Sayang banget, sayang. Kenapa nggak HRD aja?
Kamu : (sekali lagi menjelaskan bahwa ada bedanya mengerjakan sesuatu yang merupakan passion mu. Ada kebahagiaan tersendiri. Kamu berpikir, karena orang ini juga belajar Psikologi, dia pasti paham).
Pewawancara : Hmmm (mengangguk-angguk). Kamu bener nggak mau coba di HRD aja?
Mengapa sedemikan dibesar-besarkan? Mungkin karena kurangnya pemahaman akan hal-hal berikut.
#1 Psikologi itu ilmu tentang manusia. Dimana ada manusia, Psikologi dapat diterapkan disana. Kelas Psikologi Sosial yang saya ambil pada tahun kedua di kampus diampu oleh dekan fakultas Psikologi saat itu. Banyak hal yang beliau ajarkan dan salah satu ucapannya yang tetap saya bawa hingga kini adalah “laboratorium Psikologi adalah manusia. Selama masih ada manusia, seorang lulusan Psikologi dapat bekerja dimana saja.” Butuh waktu sekian semester sebelum saya memahami sepenuhnya ucapan beliau di kelas berisikan 30 orang siang itu. Seringkali, orang-orang mengasosiasikan Psikologi dengan pekerjaan tertentu; HRD di sebuah perusahaan, atau guru BP / Konselor di sebuah Psikologi. Manusia, entah kenapa, memiliki kecenderungan mengkategorikan segala sesuatu. semua harus dimasukkan ke dalam kotak-kotak tertentu, dan merupakan sesuatu yang aneh untuk melihat segala sesuatu dalam gambaran yang lebih besar. Pemahaman macam ini; sifat mengkotakkan seperti inilah yang jadi bumerang. Arti dari belajar Psikologi dikerdilkan jika seseorang langsung menyimpulkan bahwa lulusan sarjana Psikologi pasti HRD-qualified, entah di bidang OD (organization development), recruitment, training dan lain sebagainya.
Tahan dulu pemikiran itu sebentar. Memang betul, mahasiswa Psikologi pasti akan dibekali pelajaran-pelajaran dan latihan tentang Psikologi Industri dan Organisasi (PIO), alat tes, sistem rekruitmen, pembuatan modul pelatihan dan lain sebagainya. Tapi jangan lupa bahwa PIO adalah satu bagian kecil dari ilmu Psikologi yang besar. PIO adalah aplikasi dari berbagai jenis ilmu. Sebelum belajar membuat modul pelatihan, seorang mahasiswa akan dibekali dengan pelajaran tentang bagaimana manusia belajar. Sarjana Psikologi yang melakukan rekrutmen sedang mengaplikasikan kemampuan observasi, berkomunikasi dengan orang lain, attending listening dan sederet kemampuan dasar Psikologi lainnya.
Ilmu tentang manusia artinya belajar tentang bagaimana manusia bereaksi, apa yang terjadi di dalam otak (serius, kami belajar teori biologisnya), mengapa manusia melakukan apa yang mereka lakukan, bahkan mengapa manusia tidur dan bermimpi. Kami belajar tentang mengkondisikan seseorang, melakukan behavior modification, mempelajari bagaimana manusia belajar hal-hal baru, mengapa manusia melakukan tindakan kriminal dan lain sebagainya.
Dalam empat tahun, bukan hanya pekerjaan HRD yang kami pelajari. Bukan hanya tentang konseling. Bukan hanya tentang merekrut orang. Oleh karena itu, para dosen (yang juga adalah senior-senior kami dalam belajar Psikologi) sering menggoda dengan mengatakan, “kalian ini sedang berobat jalan.” Karena inti dari pelajaran Psikologi adalah tentang manusia — tentang memahami diri sendiri sebagai manusia, (berusaha) memahami orang lain juga sebagai manusia, dan mengembangkan diri, orang lain dan kemanusiaan itu sendiri.
Maka jika ada alumni Psikologi yang bekerja sebagai Fashion Designer, tidak perlu mengatakan “sayang ya ilmu S1 nya.” Justru, pekerjakanlah anak-anak Psikologi di rumah desain anda, karena mereka yang paling tahu tentang apa yang membuat manusia tertarik — dan ketagihan.
Maka jika ada alumni Psikologi yang bekerja di kantor Periklanan, tidak perlu mengatakan dia membuang-buang waktu selama 4 tahun belajar Psikologi. Ada banyak hal yang bisa dilakukan seseorang dengan latar belakang ilmu Psikologi di sebuah kantor iklan.
Maka jika ada alumni Psikologi yang ingin melanjutkan studinya dengan master Komunikasi atau Hubungan Internasional, tidak perlu mengatakan bahwa mereka salah jurusan. Justru, terima mereka di fakultas tersebut dan lihat apa yang dapat mereka sumbangkan dalam memperkaya sudut pandang rekan-rekan sekelasnya melalui apa yang telah mereka pelajari tentang manusia.
#2 Tentang seni dan latihan observasi. Oke, saya mengerti bahwa ada banyak orang yang terpesona (Dan tidak sedikit juga yang mencibir) tentang mahasiswa / alumni Psikologi yang bisa “membaca orang”. Maaf kalau tulisan ini lantas menghancurkan fantasi indah tentang adanya sebuah cabang ilmu yang dapat mengajarkan kemampuan untuk mengetahui sifat dan karakteristik manusia dalam waktu singkat. Manusia bisa dibilang makhluk paling kompleks yang ada di bumi ini. Segala sesuatu tentang manusia rumit adanya dan sulit dimengerti.
Asal-usul manusia? Mmm-hmm. Ada banyak teori tentang itu, mulai dari yang paling biasa didengar (Teori Evolusi Darwin, misalnya) hingga yang kedengarannya paling abstrak (Teori Ellis Silver tentang bumi sebagai planet penjara, dan manusia dibawa ke sini oleh alien yang kemungkinan besar berasal dari Alpha Centauri, sistem bintang terdekat dengan sistem tata surya bumi. Dibuktikan dengan sakit punggung yang diderita hampir semua orang di bumi pada suatu masa dalam kehidupannya, kesulitan melahirkan secara normal dan kecenderungan untuk tidak menyukai makanan yang disediakan secara alami oleh bumi. Semuanya adalah bukti evolusi, dan usaha manusia untuk bertahan hidup di tempat yang bukan habitat aslinya). Semuanya masih terbuka untuk debat.
Hubungan antar manusia? Yap, bisakah ada yang lebih rumit dari itu? Ada hubungan antar anggota keluarga, hubungan sosial antar jenis kelamin atau dengan sesama jenis kelamin, hubungan sosial antara orang-orang dengan jabatan berbeda; belum lagi ditambah dengan selusin peraturan berbeda menurut masing-masing budaya dan adat setempat.
Kompleks sekali, kan? Manusia tidak semudah itu “dibaca”.
Tapi kalau ada satu hal yang mungkin dirasakan oleh sebagian besar alumni Psikologi: kemampuan observasi kami meningkat. Empat tahun di fakultas Psikologi akan menyebabkan hal itu. Kami pada dasarnya dilatih untuk menangkap emotional cue dari orang lain, melalui bahasa tubuh, melalui pemilihan kata dan lain sebagainya. Kesemuanya itu berguna, dan umumnya dengan berjalannya waktu dan “jam terbang”, akan menjadi lebih tajam. Namun demikian, observasi hanya dapat memberikan gambaran yang kasar. Melakukannya tidak berarti dalam waktu satu menit memperhatikan seseorang, mahasiswa / alumni Psikologi akan langsung tahu cerita di balik kehidupan orang tersebut, lengkap dengan sifat-sifat dan karakteristiknya yang terdalam. Observasi, jika dilakukan dengan ahli dapat membentuk dugaan-dugaan tertentu, dan dari situ kami dapat berangkat untuk lebih mengenali, memahami dan menentukan cara untuk mendekati seseorang. Itu seni dan kemampuan yang keren, tapi bukan sihir dan jampi-jampi untuk secara instan mengetahui segala sesuatu tentang seseorang sampai ke detil terkecil.
#3 Belajar Psikologi tidak membuatmu kebal pada depresi atau gangguan kejiwaan. Terakhir, tentang ekspektasi tidak masuk akal masyarakat terhadap mahasiswa / alumni Psikologi. Jika suatu saat ada kasus dimana seorang mahasiswa Psikologi melakukan tindakan bunuh diri, atau alumni Psikologi mengalami depresi berat, atau dikabarkan memiliki gangguan bipolar, atau bahkan merupakan seseorang dengan Skizofrenia, apakah Anda akan terkejut? Terkejut karena orang-orang yang mempelajari Psikologi seharusnya tahu cara menghindari dan/atau mengatasi depresi? Terkejut, karena orang-orang yang mempelajari Psikologi seharusnya pekerjaannya termasuk membantu orang-orang yang memiliki kecenderungan bunuh diri agar merasa lebih baik?
Hanya ini yang bisa saya katakan. Tidak ada seorangpun yang kebal terhadap depresi, gangguan jiwa, atau pemikiran bunuh diri. Tidak seorangpun kebal. Mahasiswa kedokteran atau seorang dokter, sekalipun mengetahui langkah-langkah untuk mencegah penyakit, tidak serta merta kebal terhadap penyakit kan? Mahasiswa / alumni Psikologi hanyalah manusia biasa. Ada juga diantara mereka yang bahkan tidak memahami ketiga hal di atas, malah berperan juga sebagai orang-orang yang mengecilkan makna ilmu Psikologi itu sendiri.
Pada akhirnya, semua kembali pada masing-masing orang, sebesar apa seseorang ingin memperluas wawasan dan memperdalam pemahamannya masing-masing? Apakah cukup hanya dengan mengenyam pendidikan setinggi mungkin? Atau melengkapinya dengan aplikasi sehari-hari, melatih diri melihat segala sesuatu melalui gambaran yang lebih besar?
Postingan yang lucu dan mencelikan mata :p
LikeLike
Makasih Ribka 😀
LikeLike